Belajar dari “The Imam and The Pastor”: Ketika Agama Membawa Kedamaian Bukan Perang

Pada 10 Oktober 2017 yang lalu, diadakan kuliah umum bertajuk “Ketika Agama Membawa Damai Bukan Perang; Belajar dari The Imam and The Pastor” hasil kerjasama CRCS, PUSAD, TIFA dan beberapa pihak lainnya. Acara tersebut dihadiri langsung oleh Imam Muhammad Ashafa dan Pastor James Wuye dari Nigeria sebagai narasumber sekaligus tokoh inspirasi dalam film dokumenter “The Imam and The Pastor”. Selain mereka berdua, hadir pula Pdt. Jacky dari Maluku, Ibu Debra, Ibu Dean dari Phillipina, Alissa Wahid dan Ihsan Ali Fauzi dari PUSAD Paramadina.

Dilihat dari tajuk acara, agama justru diplot sebagai suatu institusi yang acapkali melandasi dan mendorong kekerasan bahkan perang. Berbagai kekerasan dan perang karena perbedaan keyakinan dan latar belakang agama sangat kental terjadi di berbagai belahan bumi. Imam Ashafa dan Pastor James justru meyakini kebalikannya. Bagi mereka, agama bukan hanya alasan yang mendorong terjadinya peperangan dan kekerasan, namun lebih jauh lagi agama merupakan institusi yang mampu mempererat persatuan, membangun perdamaian dan mengakhiri kekerasan dan peperangan dengan doktrin-doktrinnya. Kekuatan agama dalam menggiring opini dan mempengaruhi sanubari para pemeluknya justru merupakan modal kuat untuk mengakhiri berbagai perselisihan dan membina perdamaian.

Di awal sesi, Pdt. Jacky, Ibu Debra dan Ihsan Ali Fauzi memberikan sambutan dari masing-masing institusi penyelenggara dengan tema kekerasan dan perdamaian. Mereka sepakat bahwa dasar-dasar keagamaan merupakan landasan yang kuat untuk mempersatukan masyarakat dan membina kedamaian yang berkepanjangan. Kedamaian sendiri bukanlah suatu hal yang didapat secara cuma-cuma dan tanpa pengorbanan, kedamaian harus diusahakan tercapainya dan dijaga keutuhannya. Berbagai kekerasan dan sentimen agama dalam kurun waktu 17 tahun terakhir di Indonesia merupakan cerminan bahwa pemahaman agama bangsa ini masih rendah dan seringkali dibenturkan satu sama lain dengan politisasi pemuka-pemuka agama yang tidak bertanggungjawab. Bangsa yang majemuk dan beragam ini harus dihadapkan pada realitas minimnya perdamaian antar keyakinan dan kepercayaan yang berbeda. Namun hal ini tidak selamanya buruk. Berbagai kekerasan dan sentimen agama tersebut membuat kita senantiasa mencari sebab-sebab lahirnya konflik dan sebab-sebab munculnya perdamaian. Dengan mempelajari sebab-sebab konflik dan perdamaian, diharapkan bangsa ini dapat mencapai perdamaian yang sesungguhnya di masa yang mendatang, meskipun hingga detik ini seringkali keinginan membina perdamaian berhenti sebatas “wacana” tanpa pernah memahami dan mempelajari sebab-sebab lahirnya perdamaian.

Pastor James membuka perbincangannya dengan salam yang diajarkan oleh Yesus Kristus kepada seluruh manusia “Peace Be With You” ‘Kedamaian dan Kesejahteraan Bagimu’ yang dalam bahasa Arab diungkapkan dengan “Assalaamu ‘Alaika”. Konflik merupakan sesuatu yang nyata adanya dan banyak hal yang berpotensi menimbulkannya, mulai dari perbedaan kultur, identitas, gender, kelas sosial, kelas ekonomi bahkan agama. Permasalahan makin memuncak bila konflik tersebut disikapi dengan tidak bijak. Menyatukan dua pandangan yang berbeda bukanlah hal mudah, terlebih yang menyangkut dengan perbedaan keyakinan dan kepercayaan. Namun hal tersebut bukanlah suatu kemustahilan. Kita dapat memulai dengan menyebarkan cinta kasih dan mengakui kedamaian dalam ajaran agama lain. “When you give love, you will get love. But when you give hate, hate will follow you”. Menyebarkan cinta dan kasih sayang juga dengan memperlakukan orang lain secara adil dan setara.

Paradigma yang perlu dibangun adalah berbuat baik dan adil terhadap makhluk ciptaan Tuhan merupakan cara untuk menghormati dan berbuat adil pada Sang Pencipta. Bila saudara kita berbuat salah, hendaknya kita memperbaiki mereka dengan penuh kasih, penuh cinta, menghindari kebencian, sentiment pribadi dan ungkapan kebencian. Merujuk pada perkataan Dalai Lama, “Do No Harm”. Perdamaian hanya akan datang dengan pengampunan dan berbuat adil. Untuk mencapainya, perlu adanya pemahaman terhadap pemeluk atau ajaran agama lainnya. Bukan untuk meyakini keimanan mereka, namun untuk menghilangkan fanatisme agama sendiri dan menutup ruang untuk memahami pihak lain.

Pendapat Pastor James tersebut diperkuat dengan argumen Imam Ashafa. Beliau menekankan bahwa Islam merupakan agama yang mengajarkan perdamaian dan menganjurkan pada terbangunnya kedamaian di muka bumi. Hal tersebut dapat dilihat pada beberapa ayat al-Qur’an yang menyeru pada perdamaian dengan Ahlul Kitab dan mereka yang tidak memiliki pengetahuan. Kebencian dan kekerasan bukanlah cara yang diajarkan oleh Islam. Dalam salah satu hadits, salah satu ciri seorang muslim adalah menyelamatkan saudaranya atau orang lain dari kejahatan mulut dan tangannya ( the evil of his tongue and hand). Bukankah hal tersebut bertentangan dengan berbagai ujaran kebencian dan tindakan biadab mereka yang mengatasnamakan agama pada aksi mereka?

Rasulullah SAW juga selalu mengingatkan pasukan muslim yang akan berperang untuk selalu menjaga situs-situs keagamaan, simbol-simbol keagamaan, tempat-tempat suci, tidak menyakiti para pemuka agama dan orang-orang suci dan tidak mengganggu ibadah pemeluk agama lain. Di hadits lain, Rasulullah SAW juga menekankan salah satu syarat seorang muslim dapat masuk surge adalah dengan menyebarkan salaam kepada sesamanya (افشو السلام بينكم). Arti kata “salaam” terlalu sempit bila hanya diartikan memberi ucapan salam. “Salaam” berarti kedamaian dan kesejahteraan bagi seluruh makhluk di dunia. Sebuah ungkapan yang senada dengan salam yang diajarkan Yesus pada permulaan pembicaraan Pastor James.

Membangun perdamaian antar agama bukanlah hal mudah. Saat ini cita-cita mulia tersebut harus menghadapi banyak rintangan dan tantangan, antara lain tuduhan mengkompromikan ajaran agama tertentu, tuduhan sebagai pengkhianat agama atau munaafiq, dihadapkan pula pada mayoritas yang diam (silent majority), dan potensi kesalahan penafsiran dan interpretasi ayat-ayat suci, baik karena tidak adanya ilmu yang memadai, maupun karena ulah jahil dan keserakahan para pemuka agama. Sebab terakhir inilah yang belakangan justru sangat kuat. Para pemuka agama tersebut menjual ayat-ayat suci Tuhan dengan harga yang murah dan sesuai keinginan mereka untuk meraup keuntungan pribadi. Mereka menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal demi mencapai tujuan mereka. Selain itu, membina perdamaian antar agama bukanlah sebuah upaya pluralisme atau altruisme. Imam Ashafa dan Pastor James menjelaskan dengan gamblang bagaimana keyakinan mereka masing terkait Nabi Isa as, Yesus, Maria, Tuhan Yang Maha Esa dan berbagai masalah pada tataran teologis lainnya. Mereka meyakini ajaran agama mereka masing-masing dan menghormati ajaran agama lain yang tidak sejalan, bukan justru membentur-benturkan dan berdebat satu sama lain demi mencari agama yang paling benar. Bukankah semua agama benar menurut pemeluk dan anggapan mereka masing-masing?

Memori peperangan yang menimbulkan kesedihan dan trauma mendalam dalam hati kedua tokoh tersebut membuat mereka giat membina perdamaian di berbagai belahan bumi. Kurang lebih 25 tahun mereka bahu membahu menyebarkan perdamaian dan mengakhiri peperangan. Imam Ashafa telah kehilangan sepupunya di tangan milisi Pastor James, sebaliknya Pastor James harus rela kehilangan tangan kanannya saat berhadapan dengan pasukan milisi pimpinan Imam Ashafa. Memori akan pedihnya peperangan dan indahnya perdamaian membuat mereka memperdalam ajaran cinta yang sesungguhnya dari agama masing-masing. Mereka saling mencintai karena Tuhan dan membenci karena Tuhan. Bila ada satu hal yang buruk pada saudara kita, hendaknya kita membenci perbuatannya yang salah dan bukannya membenci semua sisi pada dirinya.

Last but not least, morality without spirituality will be failed as they practiced before. Religion is not the problem that caused many violences and wars. The real problem is the drunken driver who drives it for his greed or political interests. From now, lets engage the universe based on our religion’s teaching about love.

Afsyuu’s Salaam Bainakum and Peace Be With You

Yogyakarta, 25 Muharram 1439

 

Buku bisa diunduh di tautan berikut

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top