Dalam rentang sejarah dunia, Islam dan Arab pernah mencapai masa keemasannya. Beberapa sejarawan menyebutkan bahwa masa keemasan tersebut berlangsung selama kurang lebih 7 abad lamanya. Dalam kurun waktu tersebut, peradaban Islam dan Arab menjadi peradaban tertinggi di muka bumi ini. Hal tersebut tentu tidak datang tiba-tiba dan tanpa sebab, melainkan didukung oleh banyak hal. Esai ini akan menganalisis beberapa hal yang menjadi kekuatan politik dan budaya Arab di lingkup lokal, regional, dan global di masa keemasan tersebut atau yang seringpula disebut sebagai masa klasik.
Pada dasarnya, di fase ini cukup sulit untuk memisahkan antara kekuatan Islam dan Arab. Hal ini disebabkan karena keduanya sangat bertautan satu sama lain. Islam lahir di jazirah Arab dan budaya Arab menjadi budaya yang membersamai lahirnya agama tersebut. Karenanya, banyak ajaran Islam yang perlu dikaitkan dengan konteks ke-Arab-an di masa tersebut untuk dapat memahaminya secara komprehensif.
Sejak pra-Islam, bangsa Arab telah memiliki beberapa keunggulan dan keutamaan. Dari segi fisik, postur tubuh bangsa Arab mayoritas lebih sempurna dari tubuh kebanyakan orang-orang Asia dan Eropa lainnya. Hal tersebut ditunjang dengan kondisi geografis yang ekstrim sehingga menciptakan kondisi fisik yang kuat. Mereka juga dikenal memilliki keberanian dan harga diri yang tinggi sehingga dalam peperangan atau pertarungan tidak pantang mundur dan menyerah.
Kelebihan fisik tersebut juga didukung dengan kemahiran mereka dalam berperang dan menggunakan senjata. Ketika Islam datang, kelebihan tersebut menjadi sebuah keunggulan dalam berbagai pembebasan dan futuhat Islamiyah yang dilakukan. Track record bangsa Arab yang mahir dalam berperang membuat para musuh mereka cukup gentar dalam peperangan dan mampu melebarkan kekuasaan Islam ke wilayah yang luas.
Di samping itu, bangsa Arab juga terkenal memiliki sistem perekonomian yang baik. Sistem perekonomian tersebut ditunjang dari sistem perdagangan dan pertanian. Bangsa Arab sejak sebelum Islam lahir, dikenal sebagai bangsa yang menguasai perdagangan. Hal tersebut ditunjang dengan posisi geografis jazirah Arab yang strategis karena terletak di persimpangan benua Asia, Eropa, dan Afrika. Karenanya, perdagangan, baik dari jalur darat maupun laut menjadi nadi perekonomian bangsa Arab. Hal ini menjadi modal penting dalam menaklukkan dan melebarkan kekuasannya ke kawasan di sekitarnya. Di bidang pertanian, meskipun berada di kawasan gurun, namun bangsa Arab telah mampu mengembangkan sistem pertanian semi-modern dan juga membangun sistem irigasi yang baik. Bendungan Ma’arib di Yaman adalah salah satu contoh bendungan yang dibangun untuk mendukung sektor pertanian.
Sebelum kedatangan Islam, bangsa Arab terbagi ke dalam banyak kabilah-kabilah. Beberapa kabilah membentuk satu suku dan dipimpin oleh seorang syeikh. Mereka sangat menjunjung tinggi hubungan dalam kabilah tersebut. Kesetiaan dan solidaritas kepada kabilah menjadi hal penting dalam komunitas Arab tersebut. Hal ini yang disebut Ibn Khaldun sebagai al-‘Ashabiyah. Berbagai kabilah tersebut tidak terorganisir dalam satu kekuatan penyatu sehingga mudah tercerai berai dan terlibat konflik dengan kabilah lainnya.
Ketika Islam datang, Nabi Muhammad SAW melakukan terobosan penting dalam mengubah identitas Arab secara menyeluruh. Di kota Madinah, Nabi menetapkan sebuah hukum universal yang membuka sekat berbagai kabilah tersebut. Seluruh penduduk Madinah kala itu, terlepas dari apapun suku dan agama mereka, adalah penduduk Madinah yang disatukan dalam Piagam Madinah. Dengan piagam tersebut, mereka memiliki hak dan kewajiban yang setara di hadapan negara. Hal ini juga menjadi penanda sistem kekerabatan baru di mana Nabi mempersaudarakan antara kaum Muhajirin dari Mekkah dengan Kaum Anshar dari Yatsrib (Madinah). Hubungan persaudaraan ini melewati batas kabilah dan suku yang lebih dahulu eksis.
Prinsip inilah yang menjadi cikal bakal prinsip keadilan sosial (social justice) yang diterapkan oleh bangsa Arab pada masa keemasan Islam. Seluruh wilayah yang ditaklukkan oleh kekuatan Islam selalu merasakan prinsip persamaan seluruh manusia di hadapan Allah. Bagi mereka, tidak ada perbedaan antara satu kabilah dengan kabilah lainnya, satu suku dengan suku lainnya, bahkan antara Arab dan non-Arab. Hal inilah yang menarik minat bangsa-bangsa lainnya untuk turut serta bergabung di bawah pemerintahan Islam.
Nabi juga kerap mengajarkan sistem pemerintahan yang demokrasi. Sistem pemerintahan ini merupakan sistem yang cukup langka dalam konteks zaman tersebut. Berbagai wilayah yang ditaklukkan oleh Nabi dan khulafaur rasyidin berada di bawah kekuasaan Persia dan Romawi sebagai dua kekuatan yang menguasai dunia kala itu. Mereka terbiasa hidup dalam sistem pemerintahan kerajaan yang bersifat otoriter dan penuh paksaan. Karenanya, ketika Islam datang dengan memberikan berbagai kebebasan dan model kepemimpinan yang demokrasi, mereka dengan sukacita menyambutnya. Meskipun sistem ini mulai men
Adapun dari sisi budaya, Arab memiliki tradisi seni dan sastra yang tinggi. Sejak dahulu bangsa Arab terkenal dengan tingginya kesusteraan mereka. Hal tersebut dapat terlihat dari munculnya pasar-pasar tahunan yang di dalamnya tiap kabilah berlomba menampilkan sya’ir-sya’ir terbaiknya. Bagi sya’ir terbaik maka akan ditulis dalam tinta emas dan diabadikan di dinding Ka’bah. Sya’ir-sya’ir inilah yang kemudian dikenal sebagai al-mu’allaqat. Selain itu, seni kaligrafi, seni arsitektur, dan seni suara dari budaya Arab juga memiliki kultur yang tinggi. Hal ini membuat perluasan wilayah kekuasaan Islam dan Arab secara tidak langsung juga mendukung perluasan pengaruh budaya Arab di kawasan Timur Tengah.